Hilangnya Bintang Itu
Pagi yang indah, burung-burung berkicauan. Menyambut hangatnya pagi di pondok suci ini. Semua santriwati menyibukkan dirinya. Entah angin apa yang membawaku semalam. Terbangun dari tidurku, tetesan darah bercucuran dari hidungku. Aku menutupinya dan terdiam. Sedangkan, teman-temanku panik melihat keadaanku. Temanku menyuruhku untuk tetap beristirahat. Tapi, aku menolaknya. Karena, besok ujian akan dilaksanakan. Hari ini adalah hari libur, semua santriwati menyiapkan belajarnya untuk ujian besok. Lain denganku, aku berusaha menghafal pelajaranku. Tapi, keadaan yang semakin memburuk pun membuatku terbaring lemas di kamar. Syifa, adalah nama panggilanku.
“Syifa! Bagaimana keadaanmu?” tanya Tata, sahabatku.
“Kau tak perlu khawatir, aku akan tetap ikut ujian besok!” balasku.
“Kau tak perlu khawatir, aku akan tetap ikut ujian besok!” balasku.
Saat malam tiba. Teman-temanku akan berangkat ke tempat biasa kami belajar. Lalu aku berpikir, “Jika aku tak belajar malam ini, bagaimana dengan ujianku besok? Aku harus belajar malam ini!” gumamku. Lalu aku belajar di masjid tempat kami belajar. Tapi, aku tak melihat Tata. Aku sudah bertanya pada teman kamarnya. Tapi, tidak ada yang melihatnya. Lalu aku melanjutkan belajarku. Saat malam semakin larut. Vira, teman sekamarku mengajakku pulang.
“Syifa! Ayo kita pulang! Ku rasa akan turun hujan!” teriaknya.
“Emm.. Aku akan menyusul nanti!” balasku sambil mencari Tata.
“Ya sudah! Aku pulang duluan saja!” ucapnya.
“Iya! Duluan saja!” jawabku. Ku rasa Tata tidak akan datang malam ini.
“Emm.. Aku akan menyusul nanti!” balasku sambil mencari Tata.
“Ya sudah! Aku pulang duluan saja!” ucapnya.
“Iya! Duluan saja!” jawabku. Ku rasa Tata tidak akan datang malam ini.
Tiba-tiba, hujan turun sangat lebat. Aku menggigil, meskipun memakai jaket tapi tetap saja aku tak bisa bertahan. Kepalaku semakin pusing. Aku meminta bantuan temanku untuk meminjamkanku payung agar aku bisa pulang. Tapi, dia memintaku untuk mengikutinya. Tak disangka, dia lari dengan kencang. Sementara, aku tertinggal di belakang. Lampu padam seketika, aku terkejut dan pingsan di tepi jalan. Saat aku terbangun, ku dengar seseorang memanggil-manggil namaku.
“Syifa! Syifa! Bangunlah! Ku mohon!” saat aku membuka mataku, Tata memelukku dan menangis di pelukanku.
“Syifa! Maafkan aku! A..Aku meninggalkanmu di saat seperti ini!” katanya. Aku hanya membalasnya.
Malam itu aku menginap di kamarnya. Dia terus memandangiku, lalu aku berkata, “Tata.. Kau pernah bertanya kepadaku. Jika kau memberiku dua permintaan. Apa yang ku inginkan?! Kau ingat itu kan Tata?”
“Syifa! Maafkan aku! A..Aku meninggalkanmu di saat seperti ini!” katanya. Aku hanya membalasnya.
Malam itu aku menginap di kamarnya. Dia terus memandangiku, lalu aku berkata, “Tata.. Kau pernah bertanya kepadaku. Jika kau memberiku dua permintaan. Apa yang ku inginkan?! Kau ingat itu kan Tata?”
“Tentu saja aku mengingatnya!” balasnya.
“Sekarang.. A..Aku memiliki permintaan untukmu.. Dan kau harus mengabulkanya untukku!!” jawabku lagi.
“Aku akan mengabulkanya untukmu Syifa! Sebutkan saja!” balasnya.
“Doakan aku.. Agar aku menjadi Syifa yang lebih kuat dari hari ini.. Agar aku masih bisa bersamamu seperti ini lagi.. Doakan aku..” aku terhenti dalam tangisku.
Tiba-tiba darah itu menetes lagi dari hidungku. Tata mengusapnya sambil menangis. “Dan berjanjilah kau akan selalu tersenyum meski aku tak bersamamu.. ” sambungku.
“Iya Syifa! Aku akan mengabulkan ya untukmu!” bentakku sambil menangis di pelukannya. Kami menangis sampai tertidur.
“Sekarang.. A..Aku memiliki permintaan untukmu.. Dan kau harus mengabulkanya untukku!!” jawabku lagi.
“Aku akan mengabulkanya untukmu Syifa! Sebutkan saja!” balasnya.
“Doakan aku.. Agar aku menjadi Syifa yang lebih kuat dari hari ini.. Agar aku masih bisa bersamamu seperti ini lagi.. Doakan aku..” aku terhenti dalam tangisku.
Tiba-tiba darah itu menetes lagi dari hidungku. Tata mengusapnya sambil menangis. “Dan berjanjilah kau akan selalu tersenyum meski aku tak bersamamu.. ” sambungku.
“Iya Syifa! Aku akan mengabulkan ya untukmu!” bentakku sambil menangis di pelukannya. Kami menangis sampai tertidur.
—
Esok harinya. Tata memasuki ruang ujian dengan mata bengkak. Karena sahabatnya, meninggalkanya di pelukannya yang tak bernyawa lagi. Syifa menghembuskan napas terakhirnya karena penyakitnya yang selama ini disembunyikannya dari Tata. Kanker otak yang selama ini menyerangnya. “Tata sahabatku, ku rasa aku akan pergi lebih cepat darimu. Jaga dirimu dan selalu tersenyumlah. Terima kasih untuk persahabatan kita. Maafkan aku jika aku pernah menyakitimu.. ” sepucuk surat itu ditemukan di buku yang dibawanya tadi malam. Beberapa hari kemudian saat Tata sudah harus terbiasa dengan keadaan ini, Tata menjalani hari-harinya dengan senyuman karena janjinya pada Syifa.
Tamat
Cerpen Karangan: Shinta Afinda
Facebook: Shinta Afinda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar